Pemkab Mimika, Freeport dan Para Stakeholder Rembuk Bahas Rencana Kerja Strategi Penurunan Stunting dalam Program PASTI-Papua

Timika, KontenMimika.com – Para stake holder mitra dalam program Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia – Papua (PASTI-Papua) menggelar Workshop Rencana Kerja Tahunan di Kantor Bappeda Kabupaten Mimika, Jalan Cenderawasih, SP2 pada Rabu 7 Agustus 2024.
Diskusi itu melibatkan OPD teknis di lingkup Pemkab Mimika, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, PT. Freeport Indonesia dan YPMAK serta Puskesmas dan Yayasan Wahana Visi Indonesia, sebagai implementator program PASTI-Papua yang didanai USAID dan PT Freeport Indonesia.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Mimika, Ir. Yohana Paliling, MSi kepada wartawan mengatakan, kegiatan itu merupakan kelanjutan setelah launching program di Puskesmas Mapurujaya pada medio Juni 2024 lalu.
“Kegiatan hari ini, diskusi dengan para pemangku kepentingan tim percepatan penurunan stunting. Kita difasilitasi USAID dari Pasti Papua. Kegiatan ini lanjutan dari launching di Mapurujaya dengan stakeholder PTFI, YPMAK, dan pemerintah daerah,” ujarnya.
Dalam workshop tersebut selain mendengar strategi dari Kementerian Kesehatan RI, para stakeholder di Mimika juga melaporkan hal-hal yang terjadi dalam perjalanan pelaksanaan program di Mimika.
“(penanganan) Stunting ini adalah agenda prioritas pemerintah pusat sampai ke daerah. Jadi, kolaborasi ini harus berjalan,” sebutnya.
“Hari ini selain kita mendapat masukan sosialisasi dan situasi terkini dari kemenkes, kita juga menyampaikan (perkembangan program) yang ada di kita,” imbuhnya.
Lagi kata Kepala Bappeda Yohana Paliling, penanggulangan stunting menjadi prioritas program pemerintah lantaran berkaitan dengan mempersiapkan masa depan bangsa dan negara, sampai ke daerah-daerah termasuk Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah.
“Urusan stunting ini menjadi hal yang penting karena menyiapkan generasi ke depan,” tegasnya.
Adapun kelompok sasaran prioritas proyek PASTI-Papua ini adalah para remaja, pasangan pranikah, ibu hamil dan anak-anak, termasuk janin bayi dalam kandungan karena berkaitan dalam golden age ‘1.000 hari pertama kehidupan’ manusia.
“Pemahaman kita harus disamakan, jangan kita terlalu fokus sama yang sudah stunting. Yang sudah stunting perlu penanganan khusus kesehatan, tapi yang lebih penting adalah generasi yang berikut, supaya stunting ini kita bisa hentikan,” sebut Yohana Paliling.
“Makanya fokusnya itu, edukasi ke orang tua, bagaimana ibu hamil harus rajin ke posyandu, kemudian remaja putri yang calon pengantin ke depan,” bebernya.
Dari 199 Posyandu di Mimika, yang mengalami kendala adalah Posyandu yang berada di wilayah pesisir dan pegunungan Mimika yaitu masalah ketersediaan akses transportasi. Sementara yang ada di area Kota Timika, dinilainya berjalan dengan baik.
“Posyandu kita berjumlah 199 di Kabupaten Mimika. Kalau yang ada di kota, gampang diakses masyarakat. Tetapi yang ada di pesisir dan pegunungan, masyarakat membutuhkan energi yang lebih untuk sampai di Posyandu,” jelas Yohana.
“Nah, itu yang membuat masyarakat tidak datang (ke Posyandu) karena persoalan transport. Kemudian pemikiran kalau ke Posyandu hanya untuk mendapat makanan tambahan. Ada juga, mereka harus ke kebun atau ke pasar dan segala macam, sehingga Posyandu ditunda,”
Menurutnya masukan yang menarik dalam diskusi itu bila keaktifan program Posyandu menjadi tolak ukur raport kinerja penyelenggaraan pemerintah di tingkat kampung dan distrik.
“Tadi ada masukan, aktifitas di Posyandu bisa dijadikan raport untuk kebijakan kepala kampung dan kepala distrik, sebagai pimpinan. Sehingga mereka berusaha memberikan edukasi maupun memfasilitasi masyarakat untuk ke Posyandu,” tandasnya.
Sementara itu, Tim kerja percepatan penurunan stunting dari Direktorat Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI, dr. Farseli Mranani, menjelaskan bahwa penurunan stunting memerlukan pemberdayaan perempuan dan masyarakat. Edukasi mengenai stunting harus dilakukan melalui kerja sama lintas sektor untuk menyebarkan informasi yang benar dan tidak menyesatkan.
“Banyak sekali berita-berita atau materi yang sebenarnya memperberat tugas kami untuk penurunan stunting. Jadi kami bekerja sama dengan PASTI Papua untuk penurunan stunting,” sebut Mranani.
Menurutnya, informasi di kalangan masyarakat beredar informasi yang tidak benar mengenai stunting, seperti anggapan bahwa stunting adalah penyakit yang memalukan sehingga orang tua enggan membawa anak mereka ke dokter spesialis anak. Hal itu menurutnya harus diluruskan. Anak stunting perlu diperiksa lebih lanjut untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
“Selain itu, informasi mengenai makanan sehat juga perlu diperbaiki. Makanan sehat tidak hanya mencakup sayur dan buah, tetapi juga protein hewani yang penting untuk mencegah stunting atau kekurangan gizi. (Admin)